bukamata.id– Calon wakil presiden nomor urut tiga, Mahfud MD mengingatkan masyarakat untuk menghindari menerima suap dalam menentukan pilihan pada Pilpres 2024.
Menurut Mahfud, orang yang memilih karena diteror, disuap, atau ditekan, dan tidak sesuai hati nurani, itu seperti binatang. Mereka memiliki mata dan telinga, namun tidak melihat dan mendengar kebenaran.
“Jangan mau diteror, ditekan, apalagi mau dibeli suaranya. Menurut ajaran agama, orang yang memilih karena disuap, tidak sesuai dengan hati nurani, itu seperti binatang. Nuraninya tidak hidup. Ingin memilih itu, dikasih uang jadi berubah, jadi dia tidak pakai nurani. Punya mata dan telinga tapi tidak melihat dan mendengar kebenaran,” kata Mahfud dalam Orasi Kebangsaan di Universitas Bung Hatta, Padang, Sumatera Barat (Sumbar) Senin (18/12) yang dikutip dari CNN Indonesia.
Pernyataan tersebut sebagai bentuk ajakan untuk memilih pemimpin bersama, bukan untuk menyingkirkan musuh atau lawan politik. Sebab, menurut dia, siapapun harus bersatu setelah kontestasi usai.
Mahfud sebelumnya telah meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dugaan transaksi janggal pada Pemilu 2024.
“Bawaslu harus menyelidiki itu dan mengungkap kepada publik. Kalau itu uang haram, biasanya pencucian uang. Tangkap! Supaya diperiksa rekening yang dicurigai menerima dana politik secara tidak sah,” kata Mahfud dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu (17/12).
Sebelumnya, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyebutkan laporan transaksi yang diduga berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang dalam kampanye Pemilu 2024 meningkat 100 persen pada Semester II 2023.
“Kami melihat transaksi terkait dengan pemilu masif sekali laporannya ke PPATK. Kenaikan lebih dari 100 persen. Di transaksi keuangan tunai, transaksi keuangan mencurigakan, ini kami dalami,” kata Ivan usai menghadiri acara Diseminasi: Securing Hasil Tindak Pidana Lintas Batas Negara di Jakarta, Kamis (14/12).
Menurutnya, PPATK menemukan beberapa kegiatan kampanye tanpa pergerakan transaksi dalam rekening khusus dana kampanye (RKDK).
“Artinya ada ketidaksesuaian. Pembiayaan kampanye dan segala macam itu dari mana? Kalau RKDK tidak bergerak? Kami melihat ada potensi seseorang mendapatkan sumber ilegal untuk membantu kampanye,” katanya.