bukamata.id – Mantan Calon Wakil Presiden, Mahfud MD menyatakan, pola kecurangan Pemilihan Umum (Pemilu) saat ini sudah bergeser dari horizontal menjadi vertikal.
Hal ini diungkap Mahfud MD saat hadir sebagai narasumber dalam Seminar Nasional “Pelaksanaan Pemilu 2024: Evaluasi dan Gagasan Ke Depan” yang digelar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Rabu (8/5/2024).
“Saya bicara pemilu panjang di Indonesia, perkembangan dari tahun 1945 mulai dari ide dan perubahan perubahannya setiap periode, sampai pada kesimpulan lama kelamaan belakangan ini ada tengarai pola kecurangan pemilu bergeser,” kata Mahfud.
Menurut mantan Menkopolhukam itu, pemilu sejatinya selalu curang, namun kecurangannya itu masih bersifat horizontal yakni antar kontestan.
“Pemilu itu selalu curang tapi sampai dengan tahun 2014 kecurangan itu sifatnya horizontal antara kontestan, pemerintah tidak ikut mencurangi tapi sejak tahun 2019 sampai sekarang ditengarai kecurangan bergeser lagi bukan hanya horizontal sekarang vertikal,” terangnya.
Mahfud juga menjelaskan, pola kecurangan horizontal itu yakni parpol melawan parpol, anggota parpol melawan anggota parpolnya, paslon melawan paslon.
“Dulu di zaman orde baru itu vertikal semuanya sudah diatur yang menang harus ini, yang kalah ini, suaranya segini itu order baru, itu dihapus selama era reformasi dan kita berhasil melakukannya cukup baik tapi sejak 2019 bergeser menjadi horizontal lagi ini tengarai,” jelasnya.
Adapun kecurangan horizontal, kata Mahfud, yakni kecurangan melalui mobilisasi aparat dan penggunaan fasilitas negara secara disamarkan.
“Fasilitas negara dipakai tapi dipake alasan alasan yang ada aturan ‘ya nggak apa apa ini berdasarkan ini berdasarkan itu’ padahal itu kecurangan. Sehingga kecurangannya menjadi terstruktur, sistematis dan masif,” ungkapnya.
Terkait dengan adanya kecurangan tersebut, berbagai pihak telah melakukan tuntutan ke pengadilan melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
“Upaya meluruskan melalui Mahkamah Konstitusi sudah dilakukan namun hasilnya menurut MK dugaan dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif itu tidak terbukti secara hukum,” imbuhnya.
Maka dari itu, sebagai mantan Calon Wakil Presiden Ganjar Pranowo, dirinya menerima hasil vonis MK sebagai keadaban dalam berhukum.
“Disclaimer saya sendiri sebagai mantan paslon pilpres 2024 tidak bisa lagi mempersoalkan vonis MK atas hasil Pilpres 2024,” ujarnya.
“Demi keadaban dalam berhukum, meskipun misalnya merasa tidak puas atau kecewa atas putusan MK, saya harus menerima vonis MK itu sebagai produk pengadilan yang final dan mengikat,” tandasnya.