bukamata.id – Rentetan kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia menjadi keprihatinan bersama. Salah satunya datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Ketua Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga (KPRK) MUI, Siti Ma’rifah mendorong penerapan hukuman maksimal agar menjadi efek jera bagi para pelaku kejahatan seksual di Indonesia.
“MUI sudah mengingatkan pada Tausiyah Kebangsaan MUI agar dalam menerapkan hukuman nagi pelaku kejahatan maupun kekerasan seksual memberikan efek jera dengan hukuman maksimal bagi pelakunya,” ucao Siti dikutip laman MUI, Senin (13/1/2025).
Menurutnya, selain penegakan hukum yang maksimal bagi para pelaku kekerasan seksual, diperlukan upaya pencegahan yang melibatkan para tokoh.
Siti menyebut, para tokoh tersebut yaitu tokoh masyarakat, tokoh pendidik dan tokoh agama dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual.
“Dan juga kembali menguatkan ketahanan keluarga. Menyiapkan generasi yang saleh, berkarakter, dan anti kekerasan,” sebutnya.
Siti mengingatkan, orang tua, keluarga maupun orang terdekat memiliki peranan yang sangat penting bagi korban kekerasan seksual agar mau terbuka atas apa yang dialaminya tersebut.
“Juga lembaga-lembaga yang konsen terhadap para korban kekerasan agar para korban bisa nyaman mengungkapkan kekerasan yang dialaminya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Siti mengatakna bahwa KPRK MUI bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) merencanakan program pengaduan hingga pendampingan bagi korban kekerasan seksual.
Dia menambahkan, program ini merupakan program lanjutan yang telah dilakukan KPRK MUI pada 2024 dengan melakukan roadshow ke berbagai pesantren.
“Tahun lalu kita sudah laksanakan roadshow ke pesantren-pesantren dan melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan dan Training of Trainer (ToT) untuk para pendamping santri,” jelasnya.
“Tahun ini (2025) kita lanjutkan dengan podscat dengan tema yang sama dan bekerja sama dengan KemenPPPA untuk menampung pengaduan kekerasan dan memberikan solusi dan pendampingan bagi korban kekerasan,” tambahnya.
Siti mengatakan, penanganan masalah kekerasan itu sifatnya preventif, baik saat kejadian dan pasca kejadian atau trauma healing.
“KPRK MUI sudah melakukan kegiatan sosialisasi anti kekerasan baik di lembaga pendidikan maupun di masyarakat. Penamdpingan korban kekerasan dan ToT untuk pendamping kekerasan,” tandasnya.