“Jadi tolong jemaah yang sudah hadir di tanah haram itu bisa mengikuti ini, dan melihat ini sebagai bagian dari ikhtiar kita. Tidak apa, haji kita tetap sah dan tidak memberatkan. Ini kita yakini, salah satu bagian dari ibadah yang kita ambil menyempurnakan semuanya,” tandasnya.
Untuk diketahui sebelumnya, Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, bahwa skema Murur sudah dikaji dengan mempertimbangkan aspek hukum fiqih dan keamanan jamaah.
Mabit di Muzdalifah dengan cara murur adalah mabit yang dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah, setelah menjalani wukuf di Arafah. Jemaah saat melewati kawasan Muzdalifah tetap berada di atas bus, lalu bus langsung membawa mereka menuju tenda Mina.
“Sudah ada beberapa pilihan skema murur. Karena memang kita tidak hanya boleh bicara sekadar bagaimana murur itu bisa dilaksanakan dengan mudah. Di situ, ada hukum fiqih yang saya kira juga perlu didiskusikan,” kata Menag Yaqut, Minggu (9/6/2024) .
“Tadi teman-teman sudah berdiskusi dengan Mustasyar Diny, tim para ulama, yang memberikan justifikasi secara hukum dan kesimpulannya diperbolehkan,” sambungnya.
Skema Murur yang diterapkan Kemenag dalam puncak haji 2024 juga telah dibahas oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada Selasa (28/5/2024) lalu.
PBNU memutuskan bahwa pelaksanaan mabit di Muzdalifah dengan cara murur dapat menjadi solusi fiqih atas kepadatan jamaah di area mabit.
“Mabit di Muzdalifah secara murur hukumnya sah jika dilakukan setelah melewati tengah malam tanggal 10 Dzulhijjah karena memenuhi syarat wajib mabit di Muzdalifah,” demikian tertulis dalam putusan PBNU yang ditetapkan di Jakarta.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini