bukamata.id – Perang pernyataan antara Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa, dan eks Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, terus memanas. Dalam beberapa pekan terakhir, dua nama ini menjadi perbincangan hangat di ruang publik, bukan hanya karena substansi perdebatan mereka, tetapi juga karena posisi Hasan yang kini menjabat Komisaris PT Pertamina (Persero).
Di satu sisi, Hasan menyoroti gaya komunikasi Purbaya yang dianggap “terlalu ceplas-ceplos” dalam menyampaikan kebijakan publik. Di sisi lain, Purbaya membalas dengan menunjukkan keberhasilan kebijakannya dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Perseteruan ini pun menjadi semacam drama politik baru di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, memperlihatkan dinamika kekuasaan dan komunikasi di lingkar dalam pemerintahan.
Kritik Hasan Nasbi: “Sesama Pemerintah Jangan Baku Tikam di Depan Umum”
Semua bermula dari pernyataan Hasan Nasbi di kanal YouTube pribadinya. Ia mengkritik gaya komunikasi Purbaya yang kerap menyinggung pejabat lain di ruang publik.
“Kalau kita bicara dalam konteks pemerintah, ya sesama anggota kabinet, sesama pemerintah enggak bisa baku tikam terus-menerus di depan umum. Karena itu akan melemahkan pemerintah,” ujar Hasan, dikutip Kamis (30/10/2025).
Menurutnya, perbedaan pandangan dalam pemerintahan adalah hal wajar, tetapi seharusnya disampaikan di forum internal, bukan di depan publik.
“Kalau mau baku tikam di ruang tertutup, mau saling koreksi, mau saling marah-marah, mau saling debat, mau tunjuk-tunjukan di ruang tertutup. Tapi kalau di ruang terbuka, kita nanti akan meng-entertain orang yang tidak suka dengan pemerintah,” katanya.
Hasan bahkan mencontohkan kasus Purbaya yang berdebat dengan kepala daerah soal dana transfer ke daerah (TKD). “Misalnya menteri berantem sama gubernur, mungkin hari ini kita melihatnya jadi hiburan. Tapi kalau lama-kelamaan orang akan melihat ini sebagai ketidak-solidan pemerintah,” ucapnya.
Bagi Hasan, komunikasi publik di level pejabat tinggi bukan sekadar soal gaya, tetapi juga tentang menjaga kesatuan citra pemerintahan di mata rakyat.
Purbaya Membalas: “Stabilitas Pemerintahan Amat Baik, Kecuali di Mata Orang Itu”
Tak butuh waktu lama bagi Purbaya Yudhi Sadewa untuk merespons kritik tersebut. Di hadapan awak media, ia membalas pernyataan Hasan dengan menampilkan data survei yang menunjukkan kenaikan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
“Ini indeks kepercayaan masyarakat ke pemerintah. Kalau jatuh seperti ini, keadaan buruk. Ini kemarin waktu bulan Juli, Agustus, September turun terus ke titik terendah sini, terjadi banyaknya demo,” ujar Purbaya sambil menunjukkan kertas berisi grafik survei yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Menurutnya, gaya komunikasinya yang tegas justru membantu memulihkan sentimen masyarakat. “Tapi setelah kita melakukan kebijakan yang mungkin untuk bagian kalangan agak drastis, agak ceplas ceplos tapi ini berhasil mengembalikan sentimen masyarakat ke pemerintah,” jelasnya.
Ia menambahkan dengan nada sarkastik, “Sudah stabil lagi. Jadi, stabilitas pemerintahan amat baik di mata masyarakat kecuali di mata orang itu ya (Hasan Nasbi).”
Bagi Purbaya, gaya bicara lugasnya bukan cerminan arogansi, melainkan bentuk tanggung jawab dalam menjalankan arahan Presiden. “Jadi, sepertinya saya koboy tapi yang saya lakukan adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat ke pemerintah. Itu juga atas perintah bapak presiden, jadi saya enggak berani gerak sendiri,” pungkasnya.
“Jangan dianggap saya koboy, saya hanya perpanjangan tangan oleh bapak presiden dengan versi yang lebih halus malah,” tegasnya lagi.
Respons Publik: Etika Seorang Komisaris Dipertanyakan
Perseteruan ini memicu reaksi dari sejumlah pengamat politik. Salah satunya Syahganda Nainggolan, yang menilai Hasan Nasbi tak pantas menyerang Purbaya secara terbuka mengingat statusnya sebagai pejabat BUMN.
“Nah kalau Hasan Nasbi ini kan sekarang Komisaris Pertamina. Dia harusnya terikat, dia ngerti hierarki, dia tidak boleh menjadi pengkritik Purbaya sebagai Menteri Keuangan menurut saya,” kata Syahganda dalam wawancara di kanal YouTube Bambang Widjojanto, Selasa (28/10/2025).
Menurut Syahganda, jabatan komisaris membuat seseorang terikat pada etika birokrasi. “Saya kan dulu ditawari jadi komisaris ya, oleh salah satu orang dekatnya presiden, saya tolak kan. Kenapa saya enggak mau jadi komisaris? Karena kalau saya komisaris saya makan uang negara,” ujarnya.
Pandangan itu mewakili sebagian publik yang menilai kritik Hasan sebagai langkah berisiko, mengingat ia kini berada di dalam struktur pemerintahan. Namun bagi sebagian lain, Hasan dianggap sedang menggunakan haknya sebagai warga negara untuk mengingatkan pejabat publik lain agar lebih berhati-hati berkomunikasi.
“Ngga bisa ya liat orang pinter, jujur, apa adanya, koboi.. lanjuuutt Pak Menkeu,” ujar netizen.
“Pak Purbaya Mentri kerenn. Kerjanya. Nyata. … Bicara. Enak. Di rakyat Pokonya. Pak Purbaya .maju trus….” balas netizen lain.
“Baru ada kasus viral pertalite oplosan tuh di @pertamina di wilayah jateng dan jatim, @hasan_nasbi kerjaananmu jgn ngomel gak jelas mulu. Kasus ini bagaimana komisaris gajinya doang besar kerjaaannya?” papar netizen.
Siapa Hasan Nasbi? Dari Aktivis, Konsultan Politik, hingga Komisaris Pertamina
Di balik perdebatan yang panas ini, sosok Hasan Nasbi sejatinya bukan nama baru di dunia politik dan komunikasi Indonesia. Lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 11 Oktober 1979, Hasan tumbuh di lingkungan religius dan intelektual. Ia memiliki hubungan kekerabatan dengan Buya Syafii Maarif, cendekiawan dan tokoh Muhammadiyah.
Pendidikan politiknya ditempa di Universitas Indonesia, tempat ia menempuh studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP UI). Sejak mahasiswa, Hasan aktif di organisasi kemahasiswaan, termasuk menjadi Ketua HMI Komisariat UI pada tahun 2000 dan ikut mendirikan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Tan Malaka.
Karier profesionalnya dimulai sebagai wartawan Harian Kompas (2005–2006), lalu peneliti di Pusat Kajian Politik UI (Puskapol UI) hingga 2008. Tahun itu pula ia mendirikan lembaga survei Cyrus Network, yang kemudian dikenal luas dalam berbagai ajang pemilu nasional.
Dunia politik praktis bukan hal asing bagi Hasan. Ia terlibat dalam Tim Relawan Jokowi–Ahok pada Pilkada DKI 2012, kemudian menjadi inisiator Teman Ahok di Pilkada 2017. Dalam skala nasional, Hasan ikut dalam Tim Pemenangan Jokowi pada Pilpres 2014 dan 2019, serta menjadi bagian dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo–Gibran di Pemilu 2024, fokus di bidang komunikasi.
Atas latar belakang itulah, pada 19 Agustus 2024, Hasan diangkat menjadi Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), semacam juru bicara resmi istana. Namun masa jabatannya tak panjang. Setelah beberapa kali terseret kontroversi, Hasan akhirnya dicopot oleh Presiden Prabowo pada reshuffle September 2025 dan digantikan oleh Angga Raka Prabowo.
Tak lama berselang, berdasarkan SK Menteri BUMN Nomor SK-247/MBU/09/2025, Hasan resmi diangkat sebagai Komisaris PT Pertamina (Persero) per 11 September 2025.
Dari Juru Bicara ke Oposisi Internal?
Kini, posisi Hasan berada dalam sorotan. Sebagai mantan orang dalam istana dan kini pejabat BUMN, kritiknya terhadap Purbaya dianggap sebagian kalangan sebagai bentuk “oposisi internal”. Namun bagi Hasan, kritik itu bukan soal jabatan, melainkan tentang menjaga tata krama komunikasi di lingkar kekuasaan.
Sementara Purbaya tampak tetap tenang, memilih menjawab dengan data dan menegaskan kesetiaannya pada arahan Presiden.
Satu hal yang jelas: perdebatan antara Hasan Nasbi dan Purbaya Yudhi Sadewa bukan sekadar perseteruan personal, melainkan cermin dinamika komunikasi dan loyalitas di dalam tubuh pemerintahan. Di balik perang kata-kata, publik kini punya tontonan baru, tentang bagaimana pejabat negara menavigasi peran, prinsip, dan politik di era Prabowo.
Baca Berita bukamata.id lainnya di Google News










