bukamata.id – Kemarau basah menjadi istilah yang kini ramai diperbincangkan masyarakat Indonesia, terutama menjelang pertengahan tahun 2025. Alih-alih kering dan minim hujan seperti biasanya, musim kemarau tahun ini justru disertai curah hujan tinggi yang tidak lazim.
Fenomena ini mengundang banyak pertanyaan. Apa penyebabnya? Apakah berbahaya? Dan bagaimana masyarakat harus menyikapinya?
Apa Itu Kemarau Basah? Definisi dan Penjelasan Ilmiah
Kemarau basah adalah kondisi ketika wilayah yang seharusnya mengalami musim kemarau tetap mendapat hujan dalam intensitas sedang hingga tinggi. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), fenomena ini terjadi akibat anomali atmosfer dan laut yang memicu gangguan pola iklim regional.
Dr. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., Kepala BMKG yang juga lulusan University of Tokyo dalam bidang hidrometeorologi, menyatakan bahwa kemarau basah tahun ini disebabkan oleh kombinasi antara La Nina lemah dan pemanasan suhu muka laut di perairan Indonesia.
“Meski kita masuk musim kemarau, ada kelembapan tinggi dari wilayah Samudera Hindia dan Pasifik yang terbawa angin monsun timur, menyebabkan hujan masih sering terjadi di beberapa wilayah,” ujar Dr. Dwikorita.
Fenomena ini bukan hanya langka, tetapi juga memengaruhi sektor pertanian, infrastruktur, dan kesehatan masyarakat.
Dampak Kemarau Basah Terhadap Kehidupan Sehari-hari
Kemarau basah berdampak luas, mulai dari keterlambatan panen hingga meningkatnya risiko bencana hidrometeorologi. Wilayah seperti Jawa Barat, Kalimantan Selatan, dan sebagian Sulawesi dilaporkan masih mengalami banjir lokal meski seharusnya sudah kering.
Dr. Armi Susandi, M.T., pakar klimatologi dari ITB dan lulusan Universität Hamburg, mengungkapkan bahwa curah hujan di musim kemarau dapat menyesatkan petani dalam menentukan jadwal tanam.
“Jika petani mengira kemarau sudah masuk dan menanam padi atau palawija, lalu tiba-tiba hujan deras turun, itu bisa merusak seluruh fase awal pertumbuhan,” jelas Armi.
Selain sektor pertanian, masyarakat juga harus waspada terhadap meningkatnya risiko penyakit seperti leptospirosis dan DBD akibat genangan air yang bertahan lama.
Penjelasan Resmi BMKG dan Proyeksi Musim Kemarau 2025
Menurut data resmi dari BMKG yang dirilis pada Mei 2025, kemarau basah ini diprediksi akan berlangsung hingga Agustus, dengan pola cuaca yang tidak merata. Artinya, beberapa daerah akan tetap kering, sementara lainnya masih diguyur hujan secara periodik.
Dalam laporan iklim BMKG yang berjudul “Outlook Musim Kemarau 2025”, dijelaskan bahwa sekitar 30% wilayah Indonesia, khususnya bagian selatan khatulistiwa, akan mengalami anomali ini. Dokumen tersebut bisa diakses melalui situs resmi BMKG.go.id.
Strategi Menghadapi Kemarau Basah: Dari Individu hingga Pemerintah
Untuk menghadapi fenomena kemarau basah, masyarakat disarankan untuk tetap memperhatikan peringatan cuaca dari BMKG dan menyesuaikan aktivitas harian, khususnya di bidang pertanian dan konstruksi.
Pemerintah daerah diminta memperkuat sistem drainase dan kesiapsiagaan bencana, terutama di wilayah rawan longsor dan banjir. Petani disarankan berkonsultasi dengan penyuluh pertanian untuk menyesuaikan kalender tanam dan memilih varietas tanaman yang lebih tahan terhadap fluktuasi cuaca.
Masyarakat umum juga dapat berperan dengan tidak membuang sampah sembarangan, menjaga kebersihan lingkungan, dan menyediakan logistik dasar seperti jas hujan dan obat-obatan.
Kemarau Basah dan Perubahan Iklim: Korelasi yang Tak Terelakkan
Fenomena kemarau basah tidak bisa dilepaskan dari dampak perubahan iklim global. Sebuah studi dari International Journal of Climatology (2024) menunjukkan bahwa peningkatan emisi gas rumah kaca telah mengubah pola sirkulasi udara tropis dan memperpanjang musim transisi.
Hal ini memperkuat pentingnya upaya mitigasi dan adaptasi iklim yang berkelanjutan. Mulai dari pengurangan emisi karbon, reboisasi, hingga pembangunan infrastruktur hijau yang tahan terhadap cuaca ekstrem.
Kemarau Basah, Tanda Alam yang Harus Diwaspadai
Kemarau basah bukan sekadar fenomena cuaca tak biasa, tetapi sinyal dari alam bahwa perubahan iklim semakin nyata. Waspada dan adaptif adalah kunci menghadapi ketidakpastian ini.
Dengan pemahaman ilmiah yang tepat, strategi adaptasi yang menyeluruh, dan sinergi antara masyarakat dan pemerintah, dampak kemarau basah dapat diminimalisasi. Mari bersama menjaga alam agar tetap bersahabat dengan kehidupan kita.
Referensi:
- BMKG. (2025). Outlook Musim Kemarau 2025. Jakarta: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
- International Journal of Climatology. (2024). The Influence of Tropical Ocean Warming on Seasonal Rainfall Patterns in Southeast Asia. Wiley Publishing.
- Karnawati, D. (2025). Wawancara dalam rilis pers BMKG, 20 Mei 2025.
- Susandi, A. (2025). Diskusi media “Cuaca Ekstrem dan Pertanian”, Institut Teknologi Bandung.