bukamata.id – Setiap tahunnya, umat Islam memperingati malam Nisfu Syaban dengan berbagai ibadah. Malam ini diyakini sebagai salah satu waktu yang penuh keberkahan.
Meski begitu, pemahaman mengenai keutamaan dan amalan yang dianjurkan pada malam tersebut sering kali menjadi perdebatan di kalangan ulama.
Menurut Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Homaidi Hamid, berbagai riwayat hadis yang beredar mengenai Nisfu Syaban perlu dikaji lebih dalam agar tidak terjebak dalam amalan yang tidak memiliki dasar yang kuat.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan terdapat dalam Sahih Al-Bukhari, disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Tuhan kita, Tabaraka wa Ta’ala, turun ke langit dunia setiap malam pada sepertiga malam terakhir. Lalu Dia berfirman: ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya. Dan siapa yang memohon ampunan kepada-Ku, maka Aku akan mengampuninya.’
Menurutnya, hadis ini menunjukkan bahwa waktu sepertiga malam terakhir adalah waktu yang mustajab untuk berdoa, memohon ampun, dan bermunajat kepada Allah.
“Berdasarkan hadis ini turun-Nya Allah ke langit dunia pada setiap malam, termasuk di malam Nisfu Syaban, merupakan suatu kepastian,” ucap Homaidi dikutip laman Muhammadiyah, Kamis (13/2/2025).
Homaidi menjelaskan bahwa bagaimana hakikat turunnya Allah tidak dapat dipahami oleh akal manusia. Ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah menerima hadis ini sebagaimana adanya, tanpa menanyakan bagaimana bentuk turunnya, karena sifat Allah tidak dapat disamakan dengan makhluk-Nya.
Adapun hadis lain yang sering dikaitkan dengan keutamaan malam Nisfu Syaban adalah riwayat dalam Sunan Ibnu Majah, dari Abu Musa Al-Asy’ari, bahwa Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah melihat kepada seluruh makhluk-Nya pada malam Nisfu Syaban, lalu Dia mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”
Homaidi menjelaskan bahwa hadis ini dinyatakan dhaif karena adanya kelemahan dalam sanadnya. Beberapa perawi yang terdapat dalam jalur periwayatan hadis ini dikenal sebagai perawi yang lemah dan kurang terpercaya.
Lebih lanjut, Homaidi mengatakan bahwa terdapat pula hadis yang diriwayatkan dalam Kitab Syu’bul Iman karya Imam Al-Baihaqi, yang menyebutkan anjuran untuk menghidupkan malam Nisfu Syaban dengan salat dan berpuasa pada siangnya.
Namun, hadis ini dikategorikan sebagai hadis maudhu’ (palsu) karena dalam sanadnya terdapat perawi yang diketahui sering membuat hadis-hadis palsu.
Oleh karena itu, tidak ada dalil yang kuat untuk menjadikan malam Nisfu Syaban sebagai malam yang memiliki ibadah khusus seperti salat Nisfu Syaban atau puasa khusus pada tanggal 15 Syaban.
Meski demikian, bukan berarti ibadah pada malam Nisfu Syaban tidak diperbolehkan. Seperti halnya malam-malam lainnya, seorang Muslim tetap dianjurkan untuk memperbanyak doa, istighfar, dan ibadah sunnah lainnya, seperti tahajud.
Namun, hal ini dilakukan bukan karena keyakinan bahwa malam tersebut memiliki keutamaan khusus, melainkan sebagai bagian dari kebiasaan dalam menghidupkan malam dengan ibadah.
Malam Nisfu Syaban adalah waktu yang baik untuk memperbanyak ibadah, namun tidak ada ritual khusus yang harus dilakukan. Yang lebih utama adalah memastikan setiap amalan yang dilakukan memiliki dasar yang sahih sehingga ibadah yang dijalankan benar-benar diterima oleh Allah SWT.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini