bukamata.id – Setiap tanggal 27 Rajab, sebagian umat Islam meluangkan waktu untuk memperingati peristiwa Isra Miraj.
Masjid-masjid ramai dengan kajian dan doa, sementara keluarga-keluarga Muslim menyisipkan tradisi khusus untuk mengingat perjalanan Nabi Muhammad Saw dari Masjidil Haram ke Masjid Al-Aqsa.
Namun, di balik tradisi ini, muncul pertanyaan; bagaimana kita memaknai peringatan ini agar terhindar dari pusaran bid’ah yang dilarang agama?
Dalam pandangan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, istilah bid’ah perlu dipahami dengan saksama. Bid’ah didefinisikan sebagai perbuatan atau perkataan yang dianggap sebagai urusan peribadatan baru, yang kemudian dinilai sebagai bagian dari agama.
Padahal, tidak pernah diperintahkan atau dicontohkan oleh Rasulullah SAW semasa hidupnya. Maka, segala ibadah murni kepada Allah harus memiliki landasan yang jelas dalam Al-Qur’an atau sunnah.
Namun, bagaimana dengan tradisi memperingati Isra Miraj? Apakah ini termasuk bidah? Fatwa Tarjih menjelaskan bahwa peringatan ini tidak termasuk umurut-ta’abbudiy.
Artinya, peringatan Isra Miraj adalah kegiatan yang tidak dimaksudkan sebagai ibadah langsung kepada Allah, tetapi lebih kepada upaya syiar Islam.
Tradisi ini muncul jauh setelah wafatnya Rasulullah SAW, sebagai respons umat untuk mengenang salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah Islam: turunnya perintah salat lima waktu.
Meski demikian, penting untuk menjaga agar peringatan ini tidak melampaui batas. Kegiatan ini boleh dilakukan selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, seperti menambah unsur-unsur yang tidak diajarkan oleh Rasulullah SAW atau menganggapnya sebagai kewajiban agama.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini