bukamata.id – Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Diskop UKM) Kota Bandung terus berupaya menata dan menertibkan Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan Lengkong Kecil, yang kini menjadi salah satu destinasi wisata kuliner populer di Bandung.
Dengan jumlah PKL mencapai 157 lapak, Diskop UKM memastikan tidak akan ada penambahan lapak di kawasan tersebut, sesuai kesepakatan bersama para pedagang dan pihak terkait.
Hal ini ditegaskan melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2011 yang mengatur penataan PKL berdasarkan zonasi.
Plt. Kepala Diskop UKM, Dodi Ridwansyah, menjelaskan bahwa kawasan Lengkong dibagi menjadi dua zona utama: zona merah dan zona kuning.
Zona merah adalah area larangan bagi PKL, dalam radius 100 meter dari perempatan atau lampu merah. Sementara itu, di zona kuning, PKL diperbolehkan berjualan dari pukul 19.00 hingga 23.00 WIB.
“Kami ingin menjaga agar kawasan Lengkong Kecil tetap tertib dan nyaman untuk pengunjung dan masyarakat sekitar. Pengelolaan PKL melalui zona ini bertujuan agar semua berjalan sesuai aturan,” ujar Dodi.
Selain pengaturan waktu dan zonasi, Diskop UKM juga bekerja sama dengan Dinas Perhubungan (Dishub) dan kepolisian untuk mengelola lalu lintas di kawasan Lengkong.
Setiap minggunya, dilakukan rekayasa lalu lintas agar kawasan ini menjadi satu arah, memberikan ruang lebih bagi pengunjung.
“Kami berupaya mengurangi kepadatan dan kemacetan, terutama saat jam operasional PKL di malam hari,” tambah Dodi.
Dalam hal pengelolaan sampah, Diskop UKM bersama pihak RW setempat mengimplementasikan inovasi dengan mengolah sampah PKL menjadi pakan maggot.
Dodi menilai langkah ini tidak hanya menjaga kebersihan, tetapi juga mendukung program lingkungan berkelanjutan.
“Alhamdulillah, sampah yang dihasilkan sudah dikelola dengan baik oleh pihak RW setempat. Ini membawa dampak positif, baik bagi lingkungan maupun sebagai sumber pakan maggot,” ujarnya.
Sebagai bagian dari penataan dan pemantauan, Diskop UKM telah menerapkan sistem penomoran dan pemberian stiker pada setiap lapak PKL. Sistem ini membantu memastikan jumlah PKL tetap sesuai kesepakatan dan menghindari adanya PKL ilegal.
Diskop UKM juga aktif melakukan sosialisasi kepada PKL agar tidak menggunakan trotoar sebagai area berjualan, sehingga trotoar tetap berfungsi bagi pejalan kaki.
Dodi menambahkan bahwa kawasan Lengkong telah menjadi daya tarik wisata kuliner, memberikan dampak ekonomi positif tidak hanya bagi pelaku UMKM tetapi juga bagi masyarakat sekitar.
“Hadirnya Lengkong sebagai kawasan kuliner baru tidak hanya menguntungkan PKL atau UMKM, tetapi juga berdampak baik bagi warga sekitar. Ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Kota Bandung,” akunya.
Ke depan, Diskop UKM berencana meningkatkan keseragaman dan keindahan kawasan PKL Lengkong.
Dodi mengaku telah meminta bantuan Dinas Cipta Bina untuk merancang desain lapak yang seragam, baik dari segi ukuran maupun bentuk.
Diskop UKM sedang mencari investor atau pendanaan melalui Corporate Social Responsibility (CSR) untuk merealisasikan rencana tersebut.
“Kami berharap dukungan dari investor atau CSR untuk mendukung penataan kawasan ini agar lebih terstruktur dan menarik,” jelasnya.
Dodi berharap jumlah PKL di kawasan Lengkong tetap terjaga tanpa penambahan lapak. Jika ada kekosongan, Diskop UKM akan memprioritaskan warga Kota Bandung sebagai pengisi, mengingat sebagian besar PKL di kawasan tersebut adalah warga lokal.
Dengan langkah-langkah ini, Diskop UKM Kota Bandung berharap dapat menciptakan kawasan PKL Lengkong yang tertib, menarik, serta mendorong pertumbuhan ekonomi lokal sambil memberikan pengalaman wisata kuliner yang unik bagi pengunjung.