“Pemilu di Jabar sangat luar biasa. Pemilu 2019, kita mengelola 32 juta pemilih, di mana pemilu legislatif dan presiden, merupakan pemilu pertama yang banyak mengalami perubahan, mulai kotak suara dari aluminium, jadi kotak fiber, dan itu jadi bahan hoax. Masa KPU bikin kotak suara dari dus, dan digembok,” ujar Rifqi memulai diskusi.
Lalu dia menyebutkan tentang bilik suara, yang kemudian menjadi bahan hoaks yang menarasikan dan mendiskreditkan KPU. Bahkan ketika Peilkada serentak 2020, saat itu masih dalam suasana pandemi Covid-19.
“Namun berkat kolaborasi yang kita bangun, bahwa Pilkada 2020, menerapkan protokol kesehatan. Terdapat 8 daerah yang melakukan pilkada, dan partisipasinya sangat bangus, seperti Pangandaran 22 persen, Idramayu di atas 55 persen. Itu semua berkat informasi yang disampaikan media, bahwa pilkada 2020 terjaga kesehatan dan keselamatan. Semua berkat media,” ucapnya.
Disinggung banyaknya petugas KPU yang meninggal di Pemilu 2019, Rifqi menyebutkan karena kelelahan.
“Salah satunya karena kelelahan, dan juga tidak memperhitungkan jumlah suara yang membludak. Karena itu, satu TPS ditetapkan maksimal 300 suara per kotak, agar tidak terulang kembali kejadian yang lalu,” pungkasnya.
Dalam diskusi yang mengangkat tema Pers dan Pemilu 2024 itu, beberapa peserta tampak semangat bertanya seputar pemilu, mulai dari netralitas KPU, peserta pemilu atau parpol, hingga proses pelaksanaan pemilu.
Acara diskusi berlangsung seru dan meriah dipandu Wakil Ketua Bidang Organisasi, Sandy Ferdiana sebagai moderator.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini