bukamata.id – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa demonstrasi besar-besaran yang terjadi pada akhir Agustus 2025 merupakan refleksi dari tekanan ekonomi yang dialami masyarakat. Menurutnya, kondisi ini muncul akibat kebijakan fiskal dan moneter yang kurang tepat pada periode sebelumnya.
Dalam rapat kerja perdana bersama Komisi XI DPR, Purbaya menyoroti bahwa masalah ini seharusnya sudah dibahas secara mendalam oleh parlemen, namun tidak pernah mendapat perhatian serius sebelumnya.
“Yang dirasakan masyarakat kemarin, itu muncul dari tekanan ekonomi yang berkepanjangan. Kesalahan kebijakan fiskal dan moneter yang seharusnya bisa kita kontrol justru menimbulkan efek domino,” ujarnya dikutip Kamis (11/9/20250.
Ia juga menyinggung rapat-rapat Komisi XI sebelumnya, yang menurutnya kerap dilakukan dengan Menteri Keuangan terdahulu tanpa menyentuh isu fundamental ini.
“Kenapa hal ini tidak pernah dipertanyakan? Saat saya hadir, pertanyaannya panjang sekali. Padahal seharusnya sudah bisa diselesaikan jauh sebelumnya,” kata Purbaya.
Fokus Quick Win: Pemulihan Ekonomi Cepat
Meskipun menyayangkan keterlambatan penanganan, Purbaya menegaskan pemerintah akan bergerak cepat untuk memperbaiki kondisi ekonomi. Ia menekankan pendekatan quick win, yakni langkah-langkah cepat yang mampu mengembalikan momentum ekonomi sebelum melakukan reformasi struktural yang lebih luas.
“Ke depan, fokus saya adalah memperbaiki kondisi ekonomi yang melemah. Kita mulai dari langkah percepatan, seperti percepatan belanja pemerintah,” jelasnya.
Purbaya mengungkapkan, pemerintah saat ini memiliki kas sebesar Rp425 triliun di Bank Indonesia. Dari jumlah itu, ia berencana menyalurkan sekitar Rp200 triliun ke sistem perbankan guna mendorong sektor riil. Ia menekankan bahwa bank sentral akan diminta untuk tidak menyerap likuiditas tersebut, sehingga sektor swasta bisa berperan sebagai motor penggerak ekonomi.
Menyeimbangkan Peran Pemerintah dan Sektor Swasta
Dalam perbandingan dengan masa kepemimpinan sebelumnya, Purbaya menyoroti perbedaan laju pertumbuhan ekonomi. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pertumbuhan mendekati 6 persen berkat percepatan uang primer dan ekspansi kredit swasta. Sementara itu, di masa Presiden Jokowi, pertumbuhan rata-rata di bawah 5 persen karena peredaran uang yang lebih lambat.
“Untuk mendorong pertumbuhan, kita harus memadukan kekuatan sektor swasta dengan fiskal pemerintah. Dengan menciptakan kondisi yang mendukung, pertumbuhan 6,5 persen bukan hal mustahil,” ujar Purbaya.
Ia menekankan bahwa pemerintah tidak bisa mengontrol seluruh aktivitas ekonomi secara langsung.
“Saya percaya agen ekonomi memiliki kemampuan berpikir sendiri. Tugas pemerintah adalah menciptakan situasi di mana mereka bisa berbisnis dan berkembang. Inilah yang menjadi fokus strategi kami,” tambahnya.
Menkeu Optimistis, Aksi Nyata Segera Dilakukan
Langkah-langkah yang direncanakan mencakup percepatan belanja pemerintah, aliran dana ke sektor perbankan, dan sinergi dengan sektor swasta. Menurut Purbaya, kombinasi ini akan membantu mengembalikan daya beli masyarakat sekaligus menciptakan momentum pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Dengan strategi tersebut, Purbaya berharap tekanan ekonomi yang sempat memicu aksi demonstrasi dapat segera berkurang, sambil membuka ruang bagi reformasi ekonomi jangka panjang yang lebih stabil.
Baca Berita bukamata.id lainnya di Google News










