bukamata.id – Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat, MQ Iswara, memberikan apresiasi terhadap langkah tegas Gubernur Dedi Mulyadi dalam menata ulang tata ruang dan lingkungan hidup di Jawa Barat. Menurutnya, kebijakan tersebut merupakan langkah strategis untuk menekan risiko bencana ekologis yang meningkat akibat pembangunan tak terkendali di kawasan hijau.
“Kita tidak bisa mengembalikan kondisi lingkungan seperti dulu. Tapi yang bisa kita lakukan sekarang adalah meminimalisir penurunan kualitas lingkungan,” ujar Iswara saat PressTalk di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (9/10/2025).
Iswara menilai kebijakan penataan ruang Pemprov Jabar sejalan dengan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menegaskan bahwa setiap pembangunan wajib memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Sebagai langkah awal, Iswara mengusulkan moratorium penerbitan izin baru di Kawasan Bandung Utara (KBU), yang dianggap berkontribusi terhadap meningkatnya risiko bencana di Bandung Raya.
“Kedua, audit lingkungan harus dilakukan. Nah itu akan terdeteksi, apakah izin-izin yang kita berikan pelaksanaannya sudah sesuai, apakah kawasan terbuka hijaunya makin berkurang. Kan itu bisa jadi ukuran, apakah setelah dievaluasi ini kita izinkan kembali atau kita revisi dulu Perda KBU,” jelasnya.
Iswara juga menekankan pentingnya evaluasi berkala Perda KBU, minimal setiap lima tahun, untuk menyesuaikan dengan perubahan kondisi ekologi dan sosial. Selain itu, ia menyoroti kebutuhan Perda khusus bagi kawasan strategis lain seperti Bogor–Puncak–Cianjur (Bopunjur) dan Bekasi–Karawang–Purwakarta (Bekarpur), yang menghadapi tekanan pembangunan serupa.
“Memang harus ada regulasi yang mengatur. Dulu sudah ada Perpres No. 6 Tahun 2020, tapi itu lebih kepada kepentingan Pusat,” kata Iswara.
Iswara mencontohkan fenomena banjir di Cianjur yang sebelumnya jarang terjadi, sebagai sinyal perlunya pengendalian tata ruang berbasis kawasan.
“Nah, saran saya memang harus ada regulasi khusus mengatur. Saya akan berbicara dengan teman-teman di Bapemperda di DPRD provinsi,” ujarnya.
Meskipun proses penyusunan Perda dianggap tidak mudah, Iswara berharap rencana tersebut dapat masuk Program Legislasi Daerah (Prolegda) 2026.
“(Karena) Bopunjur sudah kritis, kalau kita lihat dulu di Cianjur kan tidak pernah banjir, juga di Bogor, tapi sekarang terjadi dan dampaknya juga ke Jakarta kebanjiran,” tambahnya.
Selain isu tata ruang, Iswara juga menyoroti aktivitas tambang Galian C di Kabupaten Garut yang dinilai tidak sesuai peruntukan ruang. Ia menilai lokasi tambang yang berada di jalur wisata merusak estetika dan citra Garut sebagai destinasi unggulan.
“Memang jadi kurang indah kelihatannya. Baru masuk Garut, sudah disuguhkan dengan pemandangan gunung yang sedang ditambang. Untuk hal ini, masyarakat di sana dapat mengajukan ke DPRD (Garut), untuk ditinjau kembali,” kata Iswara.
Padahal, kegiatan tambang seharusnya tunduk pada PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mewajibkan izin lingkungan dan kesesuaian dengan RTRW daerah. Bila tidak sesuai, kegiatan tersebut bisa dikategorikan sebagai pelanggaran tata ruang.
Iswara menegaskan bahwa ketegasan Gubernur Dedi Mulyadi dalam menjaga tata ruang dan lingkungan hidup harus menjadi gerakan bersama seluruh elemen — legislatif, eksekutif, dan masyarakat.
“Ini yang harus segera kita benahi bersama,” tutupnya
Baca Berita bukamata.id lainnya di Google News










