bukamata.id – Gubernur Jawa Barat terpilih periode 2025-2030, Dedi Mulyadi, memberikan pernyataan terkait protes dan unjuk rasa yang terjadi terkait tambang ilegal di Jabar.
Menurut Dedi, unjuk rasa yang berlangsung belakangan ini melibatkan sejumlah tokoh aktivis dan organisasi masyarakat (ormas) yang bukan berasal dari kalangan pengusaha tambang atau pekerja sektor tambang. Bahkan, banyak di antaranya yang berasal dari luar wilayah sekitar.
“Orang banyak yang nanya soal unjuk rasa tambang, yang unjuk rasa siapa? Yang pertama, plat nomornya itu banyak orang luar bukan wilayah sekitar, yang kedua tokoh yang unjuk rasanya juga banyak tokoh aktivis, politik, bukan pengusaha tambang atau pekerja di sektor tambang, sebagian adalah ormas yang mungkin selalu mendapat rezeki dari limpahan tambang ilegal yang terus terjadi,” papar Dedi Mulyadi, dikutip dar Instagram @dedimulyadi71, Minggu (26/1/2025).
Dedi juga menyoroti dampak negatif dari aktivitas tambang ilegal, yang menurutnya sangat merugikan masyarakat sekitar. Selain kerusakan jalan yang kotor dan licin, penambangan ilegal juga membawa ancaman bencana alam, kebisingan, dan kecelakaan.
“Di balik itu, masyarakat di sekitar menderita. Satu, jalan kotor dan licin, mengalami kerusakan. Kedua, ancaman bencana alam, kebisingan, ancaman kecelakaan,” tambahnya.
Sebagai Gubernur yang akan dilantik, Dedi mengungkapkan sudah mempersiapkan langkah-langkah strategis untuk mengatasi masalah tambang ilegal yang semakin meresahkan.
Ia menekankan bahwa penambangan ilegal menyebabkan kerusakan lingkungan dan ekosistem, serta merusak infrastruktur jalan yang seharusnya dibiayai oleh APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten, dan bahkan dana desa.
“Penambangan ilegal itu ada beberapa dampak yang ditimbulkan. Yang pertama kerusakan lingkungan dan ekosistem, yang kedua kerusakan infrastruktur jalan dan fasilitas penunjang lainnya yang dibiayai lewat APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten, bahkan dana desa,” jelas Dedi.
Dedi juga menyoroti kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh tambang ilegal, di mana pendapatan yang seharusnya dinikmati oleh negara dan masyarakat justru dinikmati oleh pengusaha tambang ilegal dan para mafia yang terlibat.
“Yang ketiga, hilangnya pendapatan selama berpuluh-puluh tahun, sehingga pendapatan itu dinikmati oleh pengusaha tambang ilegal. Yang keempat, para mafia-mafia di dalamnya, termasuk preman-preman di wilayahnya,” tambahnya.
Lebih lanjut, Dedi mengungkapkan bahwa banyak PT pertambangan yang tidak memiliki ahli pertambangan, yang akhirnya menyebabkan banyak pelanggaran di lapangan karena kurangnya pengawasan.
Ia berencana untuk melakukan audit terhadap perusahaan-perusahaan tambang yang ada.
“Banyak PT pertambangan tapi tidak memiliki ahli pertambangan dan ini akan diaudit. Karena di lapangan tidak ada pengawas tambangnya, modalnya hanya alat berat,” jelasnya.
Dedi menegaskan bahwa rangkaian pelanggaran yang terjadi bukan sekadar pelanggaran izin, melainkan merupakan tindakan pidana yang berpotensi merugikan negara.
Pelanggaran-pelanggaran ini, menurutnya, berimplikasi pada tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi.
“Seluruh rangkaian pelanggaran ini bukanlah sekadar pelanggaran izin, tapi seluruh rangkaian pidana yang memiliki implikasi terhadap kerugian negara. Implikasi terhadap kerugian negara kategorinya adalah tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi,” tandasnya.
Sebelumnya, ratusan sopir truk berunjuk rasa di Gedung DPRD Subang, Jabar pada Jumat (24/1/2025). Massa menuntut agar tambang illegal yang ditutup kembali dibuka karena dampaknya mereka kini tidak memiliki penghasilan. Tambang tersebut ditutup usai video Dedi Mulyadi terkait tambang illegal viral di media sosial.
Baca Berita bukamata.id lainnya di Google News










