bukamata.id – Ketika iklan Aqua menampilkan gunung-gunung hijau yang bersih, air jernih mengalir dari batu-batu pegunungan, dan slogan “100 persen air pegunungan murni” terpampang jelas, masyarakat Indonesia percaya. Namun, kepercayaan itu goyah setelah Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, melakukan inspeksi mendadak ke pabrik PT Tirta Investama di Subang.
Melalui konten YouTube-nya, Dedi menyingkap fakta yang mengejutkan: air Aqua ternyata bukan berasal dari mata air pegunungan seperti yang selama ini diiklankan, melainkan dari sumur bor dalam.
“Jadi, sumber airnya ambil dari mana? Ini sumur apa?” tanya Dedi, dengan nada penasaran yang terekam jelas dalam videonya.
Seorang perwakilan perusahaan menjawab singkat, “Ambil airnya dari bawah tanah, Pak.”
Jawaban itu membuat Dedi terkejut. Ia menatap pihak perusahaan dengan raut tak percaya.
“Ini airnya dibor. Saya kira itu air permukaan. Air permukaan tuh air sungai atau air dari mata air. Jadi, ini bukan air dari mata air ya, tapi tanah dalam. Berarti kategorinya sumur pompa dalam ya kan,” ujarnya, masih dengan ekspresi terkejut.
Pihak perusahaan mencoba menjelaskan, “Semua air bawah tanah di Jawa Barat (untuk Aqua), karena memang itu kualitasnya yang paling bagus.”
Iklan vs Realita: Netizen Meledak
Begitu video Dedi viral, netizen langsung bereaksi. Banyak yang merasa dibohongi oleh iklan Aqua yang selama ini membentuk citra air pegunungan murni.
“Slogan 100 persen air pegunungan ternyata air bor tanah,” tulis akun @recca**.
“Anjir Aqua tidak sesuai dengan iklan, ternyata air sumur bukan dari pegunungan asli. Pemerintah harus segera evaluasi terhadap perusahaan air mineral di seluruh Indonesia,” sindir @canot***.
“Harga mahal tapi dari sumur bor? Gak sesuai dengan iklannya. Untung gede banget sih ini, cuan cuan cuan,” tambah @fitri**.
Rasa kecewa dan kecurigaan netizen makin memuncak karena citra “air pegunungan murni” selama ini melekat kuat di benak publik. Banyak yang menuntut klarifikasi dan kejelasan dari Aqua.
Danone Turun Tangan
Menanggapi gejolak publik, manajemen Danone Indonesia, selaku induk PT Tirta Investama, buka suara. Dalam pernyataan resmi, Danone menegaskan bahwa meski air diambil dari sumur bor dalam, sumbernya tetap dari pegunungan dan terlindungi secara alami.
“Air AQUA berasal dari 19 sumber air pegunungan yang tersebar di seluruh Indonesia. Setiap sumber air dipilih melalui proses seleksi ketat yang melibatkan 9 kriteria ilmiah, 5 tahapan evaluasi, Minimal 1 tahun penelitian,” jelas Danone.
Air yang dipakai berada di kedalaman 60–140 meter, bukan dari air permukaan atau tanah dangkal. Beberapa titik sumber bersifat self-flowing, mengalir alami dari akuifer terlindungi. Tim ahli dari berbagai disiplin, mulai dari geologi, hidrogeologi, hingga mikrobiologi, memastikan kualitas air tetap murni.
“Akuifer ini terlindungi secara alami oleh lapisan kedap air sehingga bebas dari kontaminasi aktivitas manusia dan tidak mengganggu penggunaan air masyarakat,” ucap Danone.
Meski begitu, penjelasan ini belum sepenuhnya meredakan kemarahan publik. Netizen tetap menyoroti perbedaan antara citra iklan dan kenyataan.
Sidak Dedi Mulyadi: Air, Truk, dan Pajak
Inspeksi mendadak Dedi tidak hanya soal sumber air, tapi juga dampak sosial dan lingkungan pabrik Aqua. Fakta lapangan menunjukkan ketimpangan yang mencolok.
Program CSR yang diklaim menyalurkan air bersih ke warga, seperti Water Access, ternyata tak sampai ke tangan masyarakat. Ketua RW setempat tegas membantah klaim perusahaan:
“Enggak ada, Pak. Enggak ada. Enggak ada saya sebagai RW-nya saya juga Pak, belum enggak pernah minum dari Aqua, enggak ada,” ujarnya.
Ironisnya, air bersih melimpah dari pipa pabrik malah dibuang ke sungai, sementara warga harus membeli air bersih sendiri.
Sidak juga menyoroti armada truk pengangkut air. Beberapa truk kelebihan muatan ekstrem hingga 13 ton, padahal kapasitas resmi hanya 5 ton. Sopir truk pun dibayar rendah, hanya Rp 125.000–Rp 150.000 per hari.
Dedi tidak menahan diri. Ia menegaskan bahwa perusahaan boleh berbisnis dan membayar pajak, tapi rakyat wajib mendapat aliran air bersih yang cukup. Ia bahkan mengkritik praktik pajak, armada, hingga kerusakan jalan akibat truk kelebihan muatan.
“Kalau tidak mau mengikuti aturan, silakan keluar dari Jawa Barat,” katanya tegas.
Langkah Tegas Gubernur
Beberapa langkah strategis diambil Dedi untuk mengatur operasional pabrik:
- Timbangan Jembatan: Dipasang untuk memantau muatan truk keluar pabrik.
- Ganti Armada: Truk besar harus diganti dengan truk sumbu dua untuk melindungi jalan provinsi.
- Ancaman Pencabutan Izin: Jika aturan tidak dipenuhi, izin pengambilan air tidak akan diperpanjang.
- Penyaluran Air ke Warga: Air bersih yang dibuang harus dialirkan ke bak penampungan agar sampai ke rumah warga.
Pelajaran dari Sidak Aqua
Kasus ini menunjukkan bahwa iklan dan kenyataan bisa sangat berbeda. Masyarakat harus kritis terhadap klaim “alami” atau “murni” yang dikomunikasikan perusahaan. Pemerintah daerah, melalui langkah tegas seperti sidak, berperan menjaga keseimbangan antara kepentingan bisnis dan hak publik.
Poin-poin utama sidak:
- Klaim CSR perusahaan soal penyaluran air dibantah warga.
- Warga kesulitan air, sementara pabrik membuang air bersih.
- Truk pengangkut air kelebihan muatan ekstrem (13 ton vs kapasitas 5 ton).
- Sopir dibayar rendah dengan beban kerja berlipat.
- Timbangan jembatan akan dipasang untuk kontrol muatan.
- Truk besar harus diganti dengan truk kecil.
- Ancaman izin dicabut jika tuntutan tidak dipenuhi.
- Air bersih wajib disalurkan ke warga sekitar.
Dalam kasus Aqua, masyarakat belajar satu hal penting: jangan mudah percaya iklan, bahkan yang tampak alami dan murni. Sementara itu, pemerintah Jawa Barat menunjukkan bahwa investasi harus sejalan dengan kepentingan warga, infrastruktur publik, dan transparansi industri. Sidak Dedi Mulyadi menjadi contoh bagaimana pengawasan ketat dapat menyeimbangkan hak rakyat dengan kepentingan perusahaan.
Baca Berita bukamata.id lainnya di Google News










